Seminar Perundungan di Kampus 4 UAD: Memperkuat Kesadaran dan Tindakan untuk Mengatasi Kasus Bullying
Biro Kemahasiswaan dan Alumni (Bimawa) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengadakan seminar berjudul “Strategi Penanggulangan Perundungan Anak dan Mahasiswa” pada (28/06) di Amphitarium Kampus 4 . Seminar ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang penanggulangan perundungan di kalangan anak dan mahasiswa.
Dr. Choirul Fajri, S.I.Kom, M.A., membuka seminar dengan ungkapan keprihatinan mengenai meningkatnya kasus perundungan di masyarakat. Ia menyatakan, “Kasus bullying, baik fisik maupun verbal, semakin meningkat. Walaupun sering kali dianggap bercanda, dampaknya sangat besar terhadap kondisi psikis korban. Kita tidak pernah tahu kondisi mental teman kita, dan itu sangat menyakitkan serta sensitif.” Dr. Choirul menambahkan bahwa isu kesehatan mental perlu mendapatkan perhatian lebih, mengingat banyak peserta KKN yang mengalami masalah kejiwaan.
Dalam sesi materi pertama, Kurnia Dewi Anggraeny, S.H., M.H., dosen Program Studi Hukum UAD, menjelaskan berbagai bentuk perundungan dan implikasinya secara hukum. “Perundungan, yang meliputi kekerasan fisik, verbal, psikologis, dan seksual, merupakan tindakan kriminal,” ujarnya. Ia merinci bahwa Pasal 1 angka 15 dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak mengatur bahwa perundungan dapat dikenakan pidana penjara hingga tiga tahun enam bulan dan/atau denda hingga Rp72.000.000,00. Kurnia Dewi juga menjelaskan jenis-jenis perundungan, seperti perundungan fisik, non-fisik, cyber, verbal, dan non-verbal, serta faktor-faktor yang mempengaruhi, seperti keluarga, media elektronik, dan teman sebaya.
Dr. Dyah Puspitarini, M.Pd., anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kemudian membahas strategi penanggulangan perundungan. Ia menyatakan, “Melapor ke KPAI tidak dipungut biaya. Prinsip perlindungan anak meliputi nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak hidup dan tumbuh berkembang, serta partisipasi anak.” Dr. Dyah juga mencatat peningkatan kasus kekerasan fisik dan psikis pada anak di Indonesia, termasuk fenomena anak yang menyakiti diri dan mengakhiri hidup. “Pada tahun 2023, terdapat kenaikan sekitar 150% dalam kasus bunuh diri anak. Ini adalah fenomena yang sangat memprihatinkan,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa berbagai jenis kekerasan anak meliputi kekerasan dalam rumah tangga, perdagangan orang, pornografi, dan kekerasan berbasis internet seperti grooming dan sexting. Dr. Dyah menekankan pentingnya perlindungan khusus dan rehabilitasi bagi anak-anak korban kekerasan, termasuk rehabilitasi mental, sosial, dan medis.
Seminar diakhiri dengan harapan agar peserta dapat lebih memahami dan mengambil langkah-langkah preventif dalam menangani perundungan di lingkungan pendidikan. “Kami berharap seminar ini memberikan pemahaman yang lebih baik dan mendorong semua pihak untuk aktif dalam pencegahan dan penanganan perundungan,” tutup Dr. Choirul.