Seminar Nasional Konseling Sebaya se-DIY: Mengembangkan Kesehatan Mental Mahasiswa
Seminar Nasional Konseling Sebaya se-DIY dengan tema “Peran Teman Sebaya dalam Mengembangkan Kesehatan Mental Mahasiswa” digelar pada (10/06) di Amphitarium Kampus 4 Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Acara ini bertujuan untuk membahas pentingnya konseling sebaya dalam mendukung kesehatan mental mahasiswa.
Dr. Caraka Putra Bhakti, M.Pd., Kepala Bidang Pengembangan Karakter dan Kesejahteraan Bimawa UAD, membuka seminar dengan sambutan hangat. “Hanya 320 orang yang dapat diundang ke forum hari ini, namun adik-adik dapat menyimak acara ini melalui YouTube,” ujarnya. Dr. Caraka juga melaporkan bahwa peserta berasal dari berbagai institusi, termasuk perwakilan dari perguruan tinggi di Yogyakarta, seperti Universitas Muhammadiyah (UM), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), serta alumni dan sekolah-sekolah terkait. Ia menekankan bahwa acara hari ini mencakup seminar tentang pentingnya konseling, masalah kesehatan mental, dan teknik konseling, sedangkan hari kedua akan fokus pada praktik konseling.
Dr. Choirul Fajri, S.I.Kom., M.A., dalam sambutannya, menyampaikan terima kasih kepada para narasumber, termasuk Ibu Nurul Pratiwi dan Pak Wahyu. “Kami berharap materi yang disampaikan akan memberikan ilmu dan kompetensi yang diperlukan oleh konselor dalam mitigasi kasus kesehatan mental,” kata Dr. Choirul. Ia juga menekankan bahwa masalah kesehatan mental semakin marak dan perlu penanganan yang baik untuk meminimalkan dampak negatif.
Dr. Gatot Sugiharto, S.H., M.H., Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UAD, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kondisi kesehatan mental mahasiswa di Indonesia. “Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia pernah menyampaikan bahwa kondisi kesehatan mental mahasiswa Indonesia tidak baik. Belmawa Kemendikbud Ristek merespons bahwa perlunya penanganan serupa dengan yang ada di SMP dan SMA, yaitu dengan adanya guru BK di perguruan tinggi,” jelas Dr. Gatot. Ia menyoroti pentingnya merancang layanan konseling yang baik di perguruan tinggi dan menyadari bahwa jumlah konselor profesional masih terbatas.
Dalam sesi pemaparan, Dr. Wahyu Nanda Eka, M.Psi., Kons., menjelaskan bahwa berbagai faktor seperti orang tua, pergaulan teman, dan manajemen kampus dapat memengaruhi kesehatan mental mahasiswa. “Data tahun 2019 menunjukkan bahwa 20% hingga 30% mahasiswa mengalami stres, depresi, atau kecemasan. Faktor-faktor tersebut termasuk beban akademik, masalah keuangan, dan masalah sosial,” ungkapnya. Ia juga menyoroti fenomena FOMO (Fear of Missing Out) yang sering dikaitkan dengan media sosial dan kecenderungan mahasiswa yang merasa tertekan jika tertinggal informasi.
Nur Pratiwi Novianti, S.Psi., M.Psi., Psikolog, berbicara tentang pentingnya dukungan sosial dan keterampilan coping dalam mengelola stres. “Interaksi positif dengan orang lain dapat membantu mengurangi rasa stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional,” kata Nur Pratiwi. Ia menggarisbawahi teknik resiliensi seperti relaksasi, mindfulness, dan aktivitas fisik sebagai strategi untuk mengembangkan ketahanan mental. “Pelatihan resiliensi sangat penting untuk membantu mahasiswa mengatasi berbagai masalah dan meningkatkan kesejahteraan emosional mereka,” tambahnya.
Terakhir, Dr. Surwarjo, M.Si., menjelaskan tentang kebutuhan dasar bagi individu yang menghadapi masalah. “Orang yang sedang bermasalah biasanya membutuhkan penerimaan, pemahaman, dan rasa hormat dari orang lain,” katanya. Dr. Surwarjo menekankan bahwa kemampuan untuk menunjukkan dukungan dan pemahaman dapat membuat seseorang merasa lebih nyaman untuk berbagi masalah mereka.
Seminar ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan keterampilan yang berguna bagi mahasiswa dan konselor sebaya dalam mengatasi masalah kesehatan mental dan mendukung kesejahteraan emosional.